Sabtu, 01 Januari 2011

TENTANG TILA-TILO

TILA-TILO COMUNITY
Deklarasi hak asasi manusia menegaskan bahwa kemerdekaan menyatakan pendapat dan memperoleh informasi merupakan hak dasar yang harus diperjuangkan keberadaannya. Sebab, ia merupakan wujud kedaulatan dan eksistensi manusia di muka bumi. Hak ini pun merupakan wujud kedaulatan rakyat dalam sebuah masyarakat yang demokratis dan terbuka. Oleh sebab itu, jaminan kemerdekaan bagi masyarakat untuk melakukan akses atas informasi serta menyampaikan dan menyebarkan informasi itu lewat beragam saluran menjadi sebuah hal yang mutlak ada dalam masyarakat demokratis. 
Meski kebebasan menyampaikan pendapat dan informasi lewat ragam saluran ini telah dijamin Undang-undang Dasar, namun dalam prakteknya di lapangan hal itu seringkali tak bisa terlaksana sepenuhnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan hal itu terjadi. Pertama, masyarakat tidak tahu akan hak-hak mereka dalam mendapatkan informasi akibat minimnya sosialisasi dari pihak regulator (pemerintah, pen). Minimnya sosialisasi akan hak-hak warga kerapkali memang sengaja diciptakan birokrasi pemerintahan. Padahal, hal itu merupakan bagian dari civic education yang seharusnya dimainkan pemerintah. Kedua, lemahnya penguasaan warga tehadap teknologi informasi. Kelemahan dalam penguasaan teknologi informasi ini lebih dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat. Apalagi, --meski tak sepenuhnya benar-- teknologi informasi dinilai sebagai teknologi yang mahal, oleh karenanya hanya bisa dinikmati mereka yang memilik status sosial dan ekonomi yang tinggi. Dan lagi-lagi, rendahnya tingkat ekonomi dan pendidikan warga pun disebabkan oleh kemiskinan yang terjadi secara struktural. Ketiga, minimnya pemahaman dan pengetahuan warga yang memiliki teknologi informasi dalam memanfaatkan dan mengelola teknologi informasi yang mereka miliki. Sehingga potensi teknologi informasi di masyarakat tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Bahkan, terkadang teknologi informasi yang ada di masyarakat itu kemudian menjadi kontraproduktif dengan nilai-nilai dan tradisi yang ada di masyarakat. Masyarakat mengalami gegar budaya dengan teknologi informasi yang masuk ke kehidupan mereka. 
Ketiga hal di atas pada akhirnya melahirkan sebuah kondisi yang berbanding terbalik dengan hak asasi dan amanat UU yang memberi hak setiap orang dalam mendapatkan dan menyampaikan informasi. Pun hak mencari, memiliki, menyimpan, mengolah serta menyebarkan informasi dengan menggunakan berbagai jenis saluran. 
Berbagai persoalan dalam hal kebebasan akses informasi dan optimalisasi saluran komunikasi yang saat ini mengemuka jelas perlu mendapat perhatian dan apresiasi. Salah satu hal yang sangat penting adalah dalam bidang penyiaran. Dan lebih khusus lagi dalam bidang penyiaran radio yang merupakan saluran penyiaran yang telah lama akrab dan familiar di hati warga. Keakraban media radio ini antara lain karena radio lebih luas jangkauannya, murah harganya dan mudah teknologinya bila dibandingkan dengan media penyiaran televisi. Tak heran jika radio menjadi saluran informasi yang paling banyak dimiliki warga. 
Penyiaran radio berbasis warga (komunitas, pen) pada kenyataanya telah berkembang cukup lama. Di desa-desa yang masuk kategori pedalaman pun seringkali dijumpai ‘stasiun’ radio yang dikelola warga. Ini membuktikan kalau teknologi penyiaran radio merupakan teknologi informasi yang potensial untuk dikembangkan di tingkat warga. 
Pilihan untuk menjadikan media penyairan radio sebagi basis saluran informasi bagi pendidikan warga tentu sebuah pilihan tepat. Lewat ragam acara yang dikembangkan, pendidikan warga sejatinya bisa dilakukan. Sehingga media penyiaran radio warga bisa dijadikan alat kampanye atau pendidikan yang efektif bagi upaya mendorong terwujudnya masyarakat yang cerdas, terorganisir, toleran, terbuka dan demokratis. 
Sayang, sampai saat ini potensi serta kekuatan radio yang demikian besar itu di lapangan belum bisa tergarap dengan baik. Warga yang memiliki radio lebih banyak menggunakannya sebatas penyaluran hobi. Penggunaan Radio yang mereka lakukan pun hampir tak pernah terprogram dengan baik. Bahkan, untuk sekadar menjaga keberlangsungan siaran merupakan permasalahan besar bagi mereka. 

 

Filosofi Nama Tila-Tilo

#(dlalm proses ediit)#

Visi : 
“Terciptanya Radio Komunitas Tila-Tilo  yang berkualitas, dan berbudaya sehingga mampu menjadi radio yang berdaya dan tercerahkan yang berdasarkan pada nilai-nilai universal kemanusiaan dan keagamaan” 
Misi : 
1. mewujudkan terbentuknya masyarakat yang sadar informasi 
2. mewujudkan masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya 
3. mendorong terciptanya masyarakat yang berpengetahuan luas dan berkemampuan tinggi, khususnya akses terhadap media keRadio Komunitas Tila-Tilo an. 
4. mewujudkan masyarakat yang memperoleh dan mengolah informasi secara mandiri 
5. mewujudkan pemahaman dan pengetahuan warga yang memiliki teknologi informasi dalam memanfaatkan dan mengelola teknologi informasi yang mereka miliki. 

Maksud dan Tujuan 
1. Mendirikan sebuah Radio Komunitas Tila-Tilo  
2. Terciptanya sebuah Radio Komunitas Tila-Tilo  
3. Memberikan kreatifitas dan pengelolaan (akses) langsung bagi warga tentang Radio Komunitas Tila-Tilo . 
4. Menginformasikan pesan-pesan agama, pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, pemerintahan daerah maupun pusat. 

Perencanaan
 
Rencana kerja Perkumpulan Radio Komunitas Tila-Tilo  adalah merupakan proses kegiatan atau tugas yang direncanakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan studio radio baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang serta merupakan landasan bagi pengelola guna mencapai tujuan. 

Proses Pendirian 
Proses pendirian Perkumpulan Radio Komunitas Tila-Tilo , berawal beberapa orang yang konsern terhadap media khususnya radio, bertemu dan musyawarah guna pembentukan sebuah paguyuban.
Sementara proses pemilihan pengurus Perkumpulan Radio Komunitas Tila-Tilo   dipilih secara demokratis langsung dan bebas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar